alodunia.com (Rabat) – Departemen Dalam Negeri Maroko mengeluarkan instruksi kepada
kepala-kepala kantor di bahwa otoritasnya untuk melarang pembuatan dan
penjualan niqab, atau sering juga disebut burqa dan cadar. Namun tak ada
perincian apakah larangan itu juga mencakup pemakaian cadar di jalanan ataupun
tidak.
Keputusan ini menimbulkan polemik yang meluas
di media sosial. Banyak netizen yang mengatakan bahwa langkah pemerintah ini
melanggar kebebasan individu rakyatnya. Sementara para aktivis Islam
menyebutnya sebagai bentuk ketidakadilan kepada segmen masyarakat yang cukup
luas.
Banyak pihak yang mempertanyakan kemampuan
pemerintah menerapkan peraturan ini di seluruh wilayah Maroko. Karena banyak
juga masyarakat yang jauh dari perkotaan, masyarakat padang pasir misalnya,
yang mengenakan pakaian yang menutup wajah dan seluruh tubuh seperti burqa ini.
Sementara itu, tokoh Salafi Maroko, Syaikh
Mohammad Al-Fizazi, mengatakan, “Burqa bukanlah hijab yang dimaksud. Burqa
adalah pakaian yang biasa dipakai di Afghanistan dan Pakistan, atau pakai yang
diadopsi oleh jamaah tertentu, misalnya jama’ah ekstrem seperti ISIS.”
Menurut Al-Fizazi, jika benar akan melarang burqa,
sebaiknya tidak melarang hijab yang memang diperintahkan Allah Taala dan
Rasulullah saw. bagi seorang Muslimah untuk mengenakannya. “Kalau burqa
dilarang, Departemen Dalam Negeri juga harus melarang pakaian-pakaian yang
membuat citra buruk seorang wanita, membuat wanita hina dengan menampilkan
tubuh telanjang,” demikian usulnya. (egyptwindow/alodunia)