alodunia.com (Astana) – Tidak terlihat adanya kepastian
tercapainya penyelesaian yang tegas untuk krisis di Suriah dalam perundingan
Astana, ibukota Kazakhstan, yang akan dilaksanakan pada pekan depan. Hal itu terlihat
dari tidak adanya kesepakatan antara faksi-faksi revolusi untuk turut dalam
perundingan tersebut.
Beberapa faksi revolusi berkumpul selama lima hari di
Ankara, Turki, namun ternyata menghasilkan keputusan yang terpecah terkait masalah
kesertaan dalam perundingan Astana. Kelompok setuju untuk berangkat ke
Kazakhstan, dan kelompok lainnya tidak bersedia ikut serta karena selama ini
perjanjian gencatan senjata selalu dilanggar dan Rusia yang memprakarsai
perundingan ini mereka sebut sebagai negara penjajah.
Faksi-faksi yang berunding ke Astana mempunyai target utama
di antaranya memantapkan perjanjian gencatan senjata. Mereka membawa modal
resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2254 yang di antanya berisi keharusan dibukanya
jalur pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah-wilayah yang dikepung dan pembebasan
para tahanan. Faksi-faksi ini berangkat untuk menetralkan peran Iran yang jahat
di Suriah. Dalam delegasi ke Astana akan terdapat ahli militer dan penasihat
hukum.
Mungkin jumlah faksi yang setuju dengan perundingan akan
lebih besar daripada yang tidak setuju. Tapi tidak boleh meremehkan begitu saja
peran dan pengaruh mereka di medan pertempuran. Apalagi milisi-milisi rezim
Al-Asad masih terus melakukan pelanggaran genjatan senjata untuk memperoleh
sebesar mungkin realitas di lapangan yang akan mereka jadikan modal dalam perundingan
Astana. Setidaknya hal ini mengisyaratkan tidak adanya itikad baik untuk
mencapai kesepakatan damai.
Negara-negara sponsor perundingan ini adalah Rusia dan
Turki. Rusia sudah sangat jelas keberpihakannya kepada rezim Al-Asad. Sedangkan
Turki terlalu banyak mendapat tekanan yang membuat berkurangnya dukungan kepada
revolusi di Suriah. Apalagi Turki sangat sering mengalami serangan bom teroris
yang dilakukan pihak-pihak yang menginginkan Turki melupakan revolusi Suriah.
Sementara pihak rezim Al-Asad berangkat ke Astana dengan
penuh keyakinan telah mematahkan kekuatan pasukan-pasukan revolusi setelah
peristiwa tragis di Aleppo. Apalagi mereka yakin dalam pasukan revolusi
terdapat faksi-faksi yang sangat sulit untuk bersatu.
Semua hal di atas mengindikasikan bahwa perundingan Astana
tidak akan banyak membantu menyelesaikan krisis di Suriah. Apalagi mengingat
sikap Rusia yang masih menginginkan Al-Asad tetap dalam kekuasaannya jika
penyelesaiannya melalui jalur perundingan damai. Rusia beralasan bahwa Al-Asad
adalah pilihan rakyat, tidak ada yang bisa mengubah pilihan rakyat Suriah.
(almoslim/alodunia.com)