alodunia.com – Sejak upaya kudeta yang gagal di Turki
musim panas tahun silam, sikap negara-negara Eropa memang cukup disayangkan.
Eropa menyikapi Turki dengan standar ganda. Kudeta militer tidak mereka kutuk
dengan keras, padahal sangat bertentangan dengan prinsip paling sederhana dalam
demokrasi.
Eropa tidak berkenan ada sebuah negara Islam yang kuat dan memiliki sikap mandiri di Eropa. Hal ini
yang dialami Turki sejak terbitnya bintang Partai Keadilan dan Pembangunan
(AKP) di bawah pimpinan Recep Tayyip Erdogan. Oleh karena itu, alih-alih turut
murka dengan adanya kudeta, Eropa malah mengecam tindakan Erdogan yang dinilai ‘lebay’
dalam membersihkan orang-orang yang dituduh terkait dengan kedeta tersebut.
Tentu saja Turki tidak diam saja. Turki kesal dengan
negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai guru demokrasi itu. Turki
mempertanyakan di mana klaim bahwa Barat menghormati kehendak rakyat dan anti
dengan penguasa tangan besi militer? Suhu kian memanas dengan sikap beberapa
negara Eropa menerima dan menampung kader-kader Partai Buruh Kurdistan (PKK)
yang dikategorikan organisasi teroris oleh pemerintah Turki. Turki berpikir,
bagaimana mungkin Barat yang sedang memerangi terorisme, malah menampung para
teroris?
Beberapa hari ini, suhu hampir mendidih dengan sikap
Belanda, Jerman, dan Swiss yang mencegah bertemunya massa Turki dengan beberapa
menteri untuk melakukan kampanye referendum amandemen konstitusi. Eropa menuduh
amandemen itu hanya untuk mensahkan Erdogan sebagai seorang diktator. Kebanyakan
kalangan tentu menilai ini sebagai sebuah intervensi Eropa dalam urusan
internal Turki. Sebuah negara bebas memilih sistem pemerintahannya; parlementer
maupun presidensial.
Pengusung ide perubahan itu juga berhal menerangkan
tujuan-tujuan perubahan itu kepada massa melalu even kampanye. Bahkan diadakannya
kampanye ini membuktikan tidak adanya paksaan agar memilih setuju amandemen
tersebut. Sikap Belanda yang mencabut izin mendatang pesawat yang membawa menlu
Turki, Mevlut Cavusoglu, bahkan dinilai sebagai sebuah tindakan arogan dalam
tatakrama diplomasi. Hal yang sama dialami menteri keluarga dan kebijakan
sosial, Fatma Betul Sayan Kaya, yang ditahan bersama rombongannya untuk
dikeluarkan ke Jerman.
Erdogan yang selalu bersikap lugas, menanggapi hal ini
sebagai sebuah tindakan Nazisme. Bahkan para pejabat elit Turki, menilai sikap
permusuhan Eropa bukan hanya dialamatkan kepada Turki, tapi juga seluruh umat
Islam di dunia. Hal itu karena Turki membuktikan perannya yang sangat besar
dalam membela umat Islam dalam berbagai permasalahannya. Kejadian ini
menunjukkan bahwa Eropa sebenarnya belum bisa menghilangkan wajah rasisme
buruknya. Mereka hanya menggunakan topeng kala diperlukan. (almoslim/alodunia.com)
Penulis: Khalid Mustafa