alodunia.com – Setelah berpekan-pekan polemik terkait
referendum konstitusi Turki selama, bahkan sampai memperkeruh hubungan
diplomatik Turki-Uni Eropa, Presiden Recep Tayyip Erdogan akhirnya bisa
memastikan kemenangan dalam referendum, Ahad (16/4/2017) kemarin. Walaupun
dengan kemenangan tipis, tak lebih dari 1.5%.
Sesuai dengan hasil penghitungan suara sementara yang
dipublikasikan kantor berita Anadolu, setelah penghitungan mencapai 99%, jumlah
suara yang mendukung amandemen mencapai 51.3%, sementara yang tidak
menyetujuinya 48.6%.
Setelah ditetapkan, amandemen ini akan membuka pintu lebar
bagi kembalinya Erdogan memimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dalam
beberapa pekan mendatang. Sementara pengubahan sistem pemerintahan parlementer
menjadi presidensil harus melalui persiapan undang-undang hingga presiden yang
baru akan diadakan pada tahun 2019 mendatang.
Oleh karena itu, referendum Ahad kemarin akan mengubah sistem,
bentuk, dan pengelolaan pemerintahan Turki setelah dua tahun yang akan datang. Selain
tentunya akan membuat Erdogan berkesempatan tetap berada dalam kekuasaan hingga
tahun 2029. Banyak indikasi menunjukkan hasil referendum kemarin juga akan
membuka lembaran baru hubungan Turki-Uni Eropa yang diperkirakan akan dominan
panas.
Seperti dirasakan, hasil referendum juga akan kembali
menyegarkan ekonomi Turki setelah beberapa bulan terakhir mengalami
gonjang-ganjing sebagai efek dari ketidakstabilan politik.
Amandemen konstitusi kali ini meliputi penghapusan jabatan
perdana menteri, dan pemberian wewenang eksekutif sepenuhnya kepada presiden. Di
antara wewenag tersebut adalah pemilihan menteri, duta besar, anggota mahkamah
konstitusi, dan beberapa lembaga penting lainnya. Hal yang berubah juga umur minimal
kesertaan dalam pemilu menjadi 18 tahun, dan penambahan jumlah anggota parlemen
menjadi 600 anggota.
Partai-partai oposisi mengkritik amandemen ini sebagai jalan
melahirkan penguasa diktator dengan memberinya seluruh wewenang eksekutif. Erdogan
diperkirakan akan berkuasa hingga tahun 2029. Hal ini tentunya akan berefek
buruk kepada kebebasan dan demokrasi secara signifikan. Turki akan mundur puluhan
tahun ke belakang.
Sementara partai penguasa (AKP) dan oposisi pendukung
amandemen (MHP) menyebut amandemen ini akan menghadirkan stabilitas yang
mengakhiri era pemerintahan-pemerintahan koalisi yang lemah, dan juga
mengakhiri fenomena ketidakharmonisan antara presiden dan perdana menteri. Sikap
Turki diharapkan akan lebih independen dalam percaturan politik dunia,
sementara posisi lembaga peradilan akan lebih kuat dengan bisa mengadili
seorang presiden. (alquds/alodunia.com)