alodunia.com – Hari Jumat (30/6/2017) kemarin adalah
tepat empat tahun demonstrasi besar-besaran menggulingkan Presiden Mursi. Penguasa
saat ini menyebutnya sebagai sebuah revolusi, atau revolusi yang meluruskan Revolusi
25 Januari tahun 2011. Karena revolusi anak-anak muda itu telah dirampas oleh
politisi, atau tepatnya Ikhwanul Muslimin.
Para oposan berharap, setelah ‘revolusi 30 Juni’ militer
kembali memberikan kekuasaan kepada seorang presiden sipil melalui mekanisme
pemilihan umum. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, seorang diktator militer yang
baru kembali dilahirkan. Dia melakukan operasi-operasi pembunuhan dan
penangkapan kepada bukan saja penentangnya, tapi juga pendukungnya empat tahun
silam.
Selama empat tahun terakhir, Mesir melewati masa-masa paling
sulit dalam bidang politik dan ekonominya. Rakyat menderita akibat naiknya harga
kebutuhan pokok secara menggila dan dihapusnya banyak subsidi pemerintah. Masalah
terakhir adalah naiknya harga bahan bakar untuk kedua kalinya yang tentu akan
diikuti oleh naiknya harga-harga.
Banyak lembaga HAM merekam pelanggara-pelanggaran
kemanusiaan seperti penghilangan paksa, rekayasa tuduhan kriminal, dan eksekusi
mati oposan, pembunuhan di luar jalur hukum, pengabaian kesehatan di penjara,
dan lainnya. Berikut komentar para aktivis dan pengamat politik menilai empat
tahun jatuhnya Presiden Mursi.
@gamaleid menulis, “Kita peringati 30 Juni dengan menurunkan
bendera Mesir, dan mengibarkan bendera Arab Saudi, menyanyikan lagu militer
dengan penuh semangat hingga kita disebut sebagai nasionalis.”
@Mandouh_Hamza menulis, “30 Juni kita bagaikan orang yang
terancam mati karena tenggelam. Ombak demikian tinggi. Sedangkan pelampung yang
diberikan kita ternyata bocor.”
@Hazem_Azim menulis, “Tidak ada yang memperingati 30 Juni selain
As-Sisi, pemerintahnya, medianya, dan aparatnya. Jutaan rakyat yang dulu turun
tanggal 30 Juni tidak ada yang mau memperingatinya.”
@MalekAdly menulis, “Tanggal 30 Juni adalah perjuangan kami
menyelamatkan negeri, sedangkan kalian (militer pro Mubarak) berjuang
menyelamatkan diri kalian. Kami berjuang untuk menyempurnakan revolusi,
sedangkan kalian berjuangkan untuk menghilangkannya.”
@shadygh menulis, “30 Juni adalah memperingati tanah air
yang dijual, hak yang disia-siakan, harga yang melambung, dan rakyat yang
kebingungan mau hidup seperti apa.” (rassd/alodunia.com)