alodunia.com – Pada hari Rabu (14/8/2013), pasukan
kepolisian dan militer Mesir melakukan pembantaian paling kejam terhadap para
demonstran pro-demokrasi di Bundaran Rabia dan Nahda. Pembantaian ini
menewaskan 1104 orang dalam waktu hanya kurang dari 12 jam. Selama itulah
pasukan mengepung demonstran, dan tidak memberikan jalan keluar untuk
menyelamatkan diri.
Tokoh-tokoh oposisi pemerintahan Presiden Morsi mendukung
dan memberkati pembantaian itu. Namun diketahui banyak di antara mereka yang
menyesali sikap mereka itu setelah mengetahui ambisi ternyata pemerintah kudeta
militer justru membuat kondisi Mesir semakin terpuruk hingga sekarang.
Politisi dan ketua bidang pemuda dalam pemenangan Abdel
Fattah Al-Sisi, Dr. Hazim Abdel-Azim, mengatakan, “Semoga Allah Taala merahmati
para korban yang tidak berdosa itu, dan semoga Allah Taala membalas dengan
membinasakan orang-orang yang menzhalimi mereka.”
Mamdouh Hamza, politisi dan pendukung utama kudeta militer,
mengatakan, “Aku mengaku menyesal telah percaya kepada Al-Sisi dan turun jalan
untuk mendukungnya. Sekarang aku merasa berkewajiban untuk menarik mandat
darinya dan harus turun jalan lagi.”
Seorang ilmuwan antariksa di NASA, Essam Heggy, mengatakan, “Hari
ini kita semua mendoakan para syuhada yang meninggal dunia di Bundaran Rabiah
dan Nahda. Mereka semua mati syahid di jalanan demi membela negara yang
menghormati hak semua orang untuk mengemukakan pendapatnya. Sekarang aku baru
mengetahui betapa media telah membuat kebohongan hingga saat ini kita
menciptakan sebuah negara yang sangat kejam dalam memperlakukan rakyatnya
sendiri.”
Ketua Fraksi Mesir, Mohamed Ghoneim, mengatakan, “Aku minta
maaf. Dulu aku salah paham. Permusuhanku dengan Ikhwanul Muslimin membuatku
mempercayai saja pemberitaan dari media pemerintah. Dulu aku tidak mengetahui
bahwa yang terjadi adalah pembantaian yang sangat kejam. Dulu aku tidak
mengetahui bahwa para penembak jitu memang sengaja menembaki korban yang sedang
bersembunyi dan lari menyelamatkan diri. Sekarang sedikit demi sedikit
kebenaran terungkap. Gambar, video dan kesaksian telah membuatku yakin sejuta
persen.”
Ahmar Maher, dia adalah pendukung kudeta militer yang
menganjurkan pembubaran paksa demonstran di Bundaran Rabiah dan Nahda karena
menurutnya mereka bersenjata. Tapi setelah penguasa kudeta menangkap dan
memvonisnya 3 tahun penjara, tokoh pemuda ini sangat menyesali sikapnya
mendukung kudeta.
Hossam Hendy, jurnalis dan pimpinan gerakan Tamarod yang memobilisir
mosi tidak percaya kepada Presiden Morsi, menulis sebuah artikah berjudul “Rabiah,
Sebuah Pengakuan yang Terlambat”. Dalam artikel tersebut, Hendy mengakui telah
memalsukan angka dalam jumlah formulir pencabutan kepercayaan kepada Presiden
Morsi yang katanya berjumlah jutaan orang.
Mostafa Al-Nagar, menulis dalam artikelnya, “Sekarang
demonstrasi turun jalan adalah sebuah kejahatan yang akan dihukum penjara
bertahun-tahun. Apa salah kita? Bukankah kita sangat bodoh ketika mempercayai
musuh revolusi telah berubah menjadi teman kita? Kita percaya mereka sudah
balik mendukung tujuan revolusi, kita lupakan dosa-dosa mereka. Sekarang mereka
sudah buka topeng mereka, saatnya mereka menggilas kita semua.”
Wael Ghonim, seorang aktivis media internet yang
menggerakkan demonstrasi 30 Juni untuk mengguling Presiden Morsi, mengatakan, “Sebenarnya
kita bisa hidup sebagai saudara. Sekarang kita semua harus mati sebagai orang
bodoh. Keputusan di tangan kita. Semoga Allah Taala merahmati orang yang
meninggal dunia dalam pembantaian Rabiah, dan mengampuni kesalahan kami.”
(klmty/alodunia.com)