alodunia.com – Keputusan Amerika Serikat mengurangi
bantuannya ke Mesir agaknya merupakan refleksi dari kekecewaan masyarakat dunia
terhadap perlakuan penguasa kudeta Mesir terhadap warga sipil yang tak berdosa.
Kondisi HAM di Mesir mendorong lembaga-lembaga dunia untuk menuntut
dilakukannya investigasi internasional dalam kasus penyiksaan di beberapa penjara
Mesir. Mulai ada tuntutan agar para pejabat Mesir terkait diajukan ke
pengadilan dan mendapatkan konsekwensi tindakannya yang melanggar hukum.
Hal itu hanya bisa dilakukan dengan cara segera mengirimkan tim
internasional pencari fakta. Merekalah yang akan mencari kepastian latar
belakang kematian banyak orang dalam sel-sel penjara. Ada laporan lembaga internasional
menyebutkan bahwa penyiksaan di penjara dan tahanan di Mesir adalah penyiksaan
tersistem yang sudah bisa dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dengan demikian, sebenarnya beberapa pejabat dalam pemerintahan kudeta sudah layak
untuk diajukan ke pengadilan internasional.
Dalam laporan itu disebutkan, penguasa kudeta telah
melakukan pelanggaran HAM berat. Lebih dari 500 orang tahanan meninggal di
penjara dan tempat penahanan. Penangkapan dan sidang-sidang pengadilan terhadap
ribuan orang. Ratusan warga sipil telah divonis mati dan penjara seumur hidup,
hampir sama dengan gaya pengadilan militer. Bahkan vonis juga tidak mengecualikan
warga sipil di bawah umur.
Mayoritas tahanan dipastikan mengalami siksaan atau setidaknya
mendapatkan perlakuan buruk. Semua itu terjadi tanpa ada pengawasan dan
penegakan hukum. Sebuah kenyataan yang tidak bisa ditutup-tutupi, ribuan orang
mendekam dalam penjara. Ratusan di antaranya telah dijatuhi vonis mati atau
hukuman penjara dengan tahun yang panjang, dalam pengadilan massal yang sangat
terlihat kezhalimannya.
Jumlah mereka dalam penjara diperkirakan mencapai 65 ribu
orang. Puluhan ribu di antaranya terancam perlakuan sangat buruk, bahkan
kematian dalam penjara, akibat siksaan yang bisa mereka alam kapan saja setiap
saat. Penguasa dengan sengaja menutup-nutupi tindakan kejam yang dilakukan para
polisi di kantor-kantor mereka. Ada juga penjara dan tempat rahasia yang biasa
mereka gunakan. Mereka memang mendapatkan perintah untuk melakukan penyiksaan
sekejam-kejamnya dengan tujuan mematikan semangat para tahanan.
Human Right Monitor menyebutkan, penyiksaan sudah menjadi hal
yang tersistem dan alat yang selalu digunakan oleh penguasa kudeta. Beberapa jenis
siksaan itu, menurut Monitor sebagaimana dituturkan oleh para saksi, adalah menggantung
tahanan seperti binatang yang telah disembelih dengan kaki di atas dan kepala
di bawah; menyeterum sekujur tubuh; memukul dengan tongkat dan kabel; memukuli dengan
posisi tubuh terbuka karena tangan dan kaki masing-masing diikat dan ditarik
tali ke luar; meneletangkan tubuh dengan tanah dan kaki terikat ke belakang; mengikat
tangan dan kaki lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur basah dan tersambung
dengan aliran listrik; meletakkan dua buah kursi dan mendudukinya di atas tahanan
saat sedang disetrum listrik; menyetrum kemaluan hingga pingsan karena
diulang-ulang.
Para ‘tukang pukul’ penjara bisa saja dengan sengaja mematahkan
tangan dan kaki tahanan, lalu dibiarkan tanpa pengobatan dan perawatan medis. Ada
juga siksaan yang mirip dilakukan rezim Bashar Al-Asad di Suriah, yaitu
mematikan api rokok dengan menyundutkannya di tubuh tahanan. Siksaan mental
juga sering dilakukan, misalnya dengan memaksa tahanan memperagakan gaya anjing
melolong dan menggeliat seperti cacing, sebagai bentuk permohonan agar
dikurangi porsi siksaan hariannya.
Human Right Watch (HRW) telah memdokumentasikan wawancara
dengan para korban dan pengacara yang menyebutkan adanya siksaan fisik
berbentuk kekerasan seksual. Tahanan diperkosa oleh petugas, baik secara
langsung maupun dengan alat benda keras. Para pelaku jarang sekali menerima
konsekwensi kejahatannya karena korban takut dibalas lebih kejam jika
melaporkannya.
Kaum wanita juga tidak selamat dari kejahatan penguasa
kudeta. Banyak mereka yang dipenjara, disiksa, diculik tanpa diketahui tempat keberadaannya,
dan dilanggar hak asasinya. Ada juga dari mereka yang menjadi korban pelecehan
seksual bahkan diperkosa petugas penjara. Semua laporan tentang kejahatan
kepada tahanan wanita tidak ada yang ditanggapi kejaksaan.
(alsharq/alodunia.com)