alodunia.com – Sudah enam tahun krisis politik dan
kemanusiaan berlangsung di Suriah. Sebuah revolusi yang awalnya damai berubah
menjadi perang saudara yang sangat menghancurkan. Kerugian benar-benar dialami
oleh semua pihak. Hanya Israel yang mengamati perang di Suriah dengan tenangnya
karena apapun yang terjadi pasti akan menguntungkan Israel. Apa saja keuntungan
Israel?
Melemahnya Militer Suriah
Militer Suriah selama ini tidak begitu kuat dan menakutkan
Israel. Beberapa kali pesawat-pesawat Israel melakukan serangan ke wilayah
Suriah dan tidak mendapatkan balasan. Hanya kecaman dan pernyataan bahwa Suriah
mempunyai hak untuk melakukan perlawanan.
Walaupun demikian keadaannya, militer Suriah tetap menjadi
ancaman, karena sewaktu-waktu bisa menjadi ujung tombak melawan Israel jika terjadi
suksesi penguasa di Damaskus yang tidak sejalan dengan keinginan Israel.
Saat ini militer Suriah habis-habisan melawan
kelompok-kelompok oposisi bersenjata tanpa kejelasan kapan semua ini akan
berakhir. Sampai-sampai Bashar Al-Asad mengatakan bahwa militernya telah
kehabisan setengah kekuatannya. Belum lagi senjata kimia yang sudah disita. Padahal
senjata jenis inilah yang selama ini bisa membuat takut Israel.
Saking lemahnya militer Suriah sekarang, surat kabar Haaretz
sempat melontarkan usulan agar Israel mempertimbangkan lagi anggaran
persenjataannya yang selama ini dirasa sangat mahal.
Hizbulah Sibuk dengan Permainan Suriah
Sebelum tahun 2011, hampir setiap serangan Israel ke
Hizbulah selalu dibalas dengan serangan serupa. Organisasi Syiah Libanon yang bermodalkan
lambang perlawanan terhadap Israel ini ingin menunjukkan dirinya berbeda dengan
militer-militer Arab yang bersedia dihina oleh Israel. Bahkan Hizbulah ingin
membuktikan bisa membalas Israel dengan lebih keras.
Setelah perang Suriah, hal itu sepertinya sudah berubah.
Hanya sesekali serangan Israel mendapatkan balasan dari Hizbulah. Gudang
senjata Hizbulah sering menjadi target serangan udara Israel tanpa balasan.
Hizbulah merasa sedang menghadapi perang yang lebih besar dan penting, yaitu
menghadapi oposan Al-Asad.
Semakin besar kerugian Hizbulah, semakin besar keuntungan
Israel. Antara tahun 2012-2017, Hizbulah sudah kehilangan lebih dari seribu
pasukannya. Bahkan 60 orang di antaranya adalah komandan lapangan. Hizbulah
juga kehilangan simbolnya sebagai ‘musuh’ Israel.
Hamas Semakin Terkucil
Di antara pihak yang paling dirugikan dalam perang Suriah
adalah HAMAS (gerakan perlawanan Islam di Palestina), musuh paling besar Israel
saat ini. Sebelum tahun 2011, Suriah bisa menjadi tempat pelarian para pemimpin
HAMAS. Selain Qatar, Suriah memang bisa diandalkan HAMAS untuk membantu menahan
tekanan-tekanan terhadap HAMAS yang terasa sangat berat. Apalagi setelah HAMAS
menguasai Jalur Gaza dan diisolasi.
Sejak berkobar, HAMAS tidak bisa berlama-lama di Damaskus,
karena ada isu bahwa HAMAS terlibat dalam aksi-aksi melawan pemerintah. Mereka berpindah
ke Doha, Qatar. Hubungan HAMAS dengan Suriah, Hizbulah dan Iran pun sedikit
memburuk. Padahal sudah tidak ada lagi negara yang diharapkannya.
HAMAS hanya bisa berharap Al-Asad jatuh sehingga penguasa
baru bisa menjadi teman baru, seperti Ikhwanul Muslimin yang sedang berkuasa di
Mesir. Ternyata Al-Asad tetap berkuasa. Sementara Ikhwanul Muslimin di Mesir
juga berhasil dikudeta oleh militer pimpinan Abdelfattah Al-Sisi, pada 3 Juli
2013.
Israel Menampilkan Kesan Lebih Manusiawi daripada Bangsa Arab
Perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pernah berkicau
melalui akun Twitternya, “Saat aku melihat bayi yang tersengal-sengal karena
serangan senjata kimia di Suriah, aku terpukul dan marah.”
Itu adalah komentarnya saat Al-Asad menjatuhkan bom kimia di
Khan Syaykhun yang menggugurkan puluhan anak-anak. Saat masyarakat dunia
terguncang, Netanyahu kembali bercuit, “Foto-foto mengerikan di Suriah ini
harus menggetarkan hati setiap manusia. Israel sangat mengecam penggunaan
senjata kimia untuk melawan warga sipil.”
Tidak hanya itu, beberapa kali dalam forum-forum PBB,
pejabat Israel mengecam kekejaman Suriah (dan tentunya bangsa Arab). Lalu muncul
laporan-laporan media adanya beberapa korban perang Suriah yang dirawat di rumah
sakit Israel. Terkesanlah bahwa Israel lebih manusiawi daripada Arab.
Israel Mendapatkan Sahabat Baru
Saat jumpa pers bersama Presiden Donald Trump, Netanyahu
mengatakan, “Untuk pertama kalinya dalam hidupku dan dan sejarah negaraku,
negara-negara Arab tidak menjadi musuh tanpi koalisi.”
Tak lama kemudian beredar laporan adanya usaha Amerika
membentu ‘NATO Arab’ untuk menghadapi ancaman Iran. Israellah yang berperan
mensuplai infromasi-informasi intelijen terkait Iran.
Bahaya Iran sudah sangat jelas dilihat negara-negara Arab,
terutama Teluk. Kondisi inilah yang mengubah hal yang kemarin terlarang menjadi
dibolehkan sekarang. Netralisasi hubungan dengan Israel menjadi hal yang
semakin mudah tercapai. Bahkan jauh lebih besar dari yang diharapkan Israel
sendiri. (sasapost/aldounia.com)