alodunia.com – Dengan penuh bangga, Zahran duduk di
rumahnya di daerah Illar, utara Tulkarm, menerima kedatangan tetamunya yang
ingin mengucapkan selamat atas syahid salah seorang putranya, Qutaiba.
Kepergian Qutaiba (17), Sabtu (19/8/2017) kemarin, memang sangat mengejutkan keluarga,
tapi dari wajah sang ayah terlihat kerelaan bahkan kebanggaan atas kepergian
putra tersayangnya itu. “Alhamdu lillah, syahidnya Qutaiba menandakan keluarga
ini telah diangkat dan diterima oleh Allah Taala. Besar harapan kami, Qutaiba
akan menjadi penyelamat akhirat kelak bagi keluarga, saudara, dan
teman-temannya.”
Qutaibah Zahran dilahirkan pada tanggal 5 Oktober 2000. Dia
adalah anak bungsu dari empat keseluruhan anak Zahran. Pendidikan dasarnya
diselesaikan di Sekolah Dasar Illar hingga kelas 10. Setelah itu dia tidak
melanjutkan belajarnya, malah mulai bekerja, membantu ayahnya di kebun.
Ja’far, kakak Qutaibah, menuturkan, “Qutaiba adalah anak
manja di kelurga ini. Aku sering tawarkan uang untuknya, tapi dia sangat
penerima, tidak banyak minta. Seluruh keluarga memanjakannya.”
“Qutaiba juga sangat suka burung. Dia beternak ayam, angsa,
kelinci, dan burung beo. Dia bercita-cita punya peternakan yang besar. Tapi semua
itu ditinggalkan demi keridhaan Allah Taala menjadi seorang syahid,” tambah Ja’far.
Sementara ibunya, Umm Tariq, menuturkan pengalaman
terakhirnya bersama Qutaiba, “Aku benar-benar ingat bagaimana saat akir
kehidupannya. Saat itu menjelang tidur siang, dia datang kepadaku meminta izin
pergi, sementara aku dalam kondisi setengah tertidur. Katanya, ‘Bu, mobil sudah
menunggu di bawah, aku minta didoakan. Maka aku pun mendoakannya semoga mendapa
ridha Allah Taala.”
Umm Tariq melanjutkan, “Di sore harinya, kami dikejutkan
dengan kabar seorang anak muda melakukan aksi penusukan terhadap penjajah
Israel di pos pemeriksaan Za’atara, Nablus bagian selatan. Kemudian berita
semakin jelas bahwa anak muda itu adalah anakku, Qutaiba. Dikabarkan bahwa
Qutaiba menderita luka yang sangat parah. Aku hampir tidak percaya kejadian itu
sampai kemudian aku mendengar kabar duka itu di pengeras suara masjid. Akhirnya
aku terima bahwa ini adalah ketentuan Allah Taala. Kami sabar dan mengharapkan
pahalanya di sisi-Nya. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.”
Beberapa jam setelah aksi penusukan, beberapa tentara
penjajah Israel datang masuk paksa ke rumah Zahran. Tepatnya jam 3 pagi, Ahad. Ayah
Qutaiba menolak ketika seorang perwira mengajaknya bersalaman. “Aku tidak sudi
bersalaman dengan tangan yang telah membunuh anakku.”
Hingga saat ini keluarga Zahran belum menguburkan jenazah
Qutaiba karena penjajah Israel masih menahannya. Menahan jenazah sudah biasa
dilakukan penjajah untuk menurunkan mental keluarga syahid.
(palinfo/alodunia.com)