alodunia.com – Beberapa hari lalu, pemerintah
Kerajaan Arab Saudi (KSA) telah memperbolehkan kaum wanita turut menonton pertandingan
olah raga di stadion. Kaum wanita juga terlihat bercampur dengan laki-laki dalam
acara peringatan Haji Jadi KSA.
Namun di waktu yang sama, pemerintah melakukan tekanan
kepada lembaga-lembaga keislaman yang melakukan pengawasan terhadap prilaku
warganya. Muncul politik saat pemerintah membubarkan Lembaga Amar Makruf Nahi
Munkar yang biasanya melakukan intervensi pada prilaku individu. Terpublikasi secara
luas gambar kepolisian yang meringkus beberapa personil lembaga ini.
Sepertinya KSA sedang membuka wilayah yang lebih longgar dalam
hal hiburan. Musik, film, dan drama yang dulunya haram, kini sudah
diperbolehkan. Sedikit demi sedikit, kaum wanita juga diperkenankan menghadiri acara-acara
aktivitas yang lebih terbuka. Dalam peringatan Hari Jadi kemarin, untuk pertama
kalinya kaum wanita tampil di panggung.
Hingga saat ini, perkembangan ini masih terkesan baik. Apalagi
hal ini terjadi di KSA yang dikenal dengan kekakuannya dalam pelaksanaan agama.
Diberikannya kebebasan sosial dan dilepaskannya belenggu dari kaum wanita
adalah hal yang terpuji. Tapi apresiasi ini kontan berubah saat kita beralih ke
bidang politik yang masih sangat gelap.
Titah Raja Saudi Izinkan Wanita Kemudikan Mobil
Titah Raja Saudi Izinkan Wanita Kemudikan Mobil
Politik memang merupakan wilayah yang tidak kasat mata. Ukuran
nilai dan warna sering salah dipilahkan. Oleh karena itu, penting kiranya
memecahkan kode hingga dapat diketahui apa motivasi KSA melakukan
perubahan-perubahan yang terkesan sangat mengejutkan ini? Apa tujuannya?
Kekayaan yang melimpah di KSA sebenarnya telah menimbulkan
perubahan yang mendasar di tataran masyarakat. Perkembangan pendidikan dan modernisasi
perangkat kehidupan semakin memperlebar jarak antara paham wahabi dan realitas
masyarakat sebenarnya. Masyarakat terus bergerak menuju kehidupan ala Amerika.
Itu perubahan yang sudah lama terjadi. Tapi perubahan yang
baru saja terjadi kali ini tidak seperti itu. Saat ini sedang terjadi perubahan
yang memang didesain secara politik dan sosial.
KSA adalah hasil koalisi antara kekuatan politik keluarga
Saud dan kekuatan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Keduanya saling memberi dan
menerima. Lembaga keagamaan memberikan stempel syariah untuk kebijakan politik
keluarga istana, sementara istana memberi lembaga keagamaan berupa fasilitas,
kekayaan dan wilayah yang luas untuk mewarnai kehidupan masyarakat.
Dalam perkembangannya, istana terlihat lebih banyak
mengambil keuntungan dalam koalisi ini. Lembaga keagamaan semakit dipersempit
perannya. Bahkan pasca peristiwa 11 September, istana malah menganggap lembaga
keagamaan sebagai beban berat yang harus mereka pikul. Beberapa kalangan agamis
KSA diduga terlibat dalam aksi pengeboman Menara Kembar.
Sekarang, di saat bintang Putra Mahkota semakin menerang,
terlihat ada orientasi untuk membelenggu lembaga keagamaan. Tugas mereka
benar-benar dibatasi hanya memberikan warna syariah pada kebijakan istana,
memberikan baiat kesetiaan apa pun realitas yang tengah terjadi. Selain itu
tercium juga aroma liberalisasi sosial, yaitu dengan membukakan pintu seluasnya
agar kaum wanita masuk ke stadion, sinema, pertunjukan musik, dan sebagainya.
Diperkirakan istana tidak hanya membuka kebebasan, tapi juga
mendorong rakyatnya untuk menikmati kebebasan tersebut sepuasnya. Hanya satu
yang tidak boleh mengalami perkembangan, bidang politik. Istana tidak mau diatur
dalam masalah kekuasaan dan penggunaan kekayaan negara. Tidak akan pernah ada
kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan perkumpulan politik. Sehingga bisa
dikatakan bahwa perubahan yang cepat ini dilakukan untuk membendung kuatnya
tuntutan untuk dilakukan reformasi politik.
Perubahan yang sedang terjadi saat ini adalah perubahan
cacat yang dilakukan penguasa untuk agenda politik tertentu. Di antara
tujuannya adalah mendapatkan simpati masyarakat dunia bahwa KSA saat ini sudah
semakin menyamai standar internasional, tidak lagi menjadi negara yang
dikecualikan dalam pergaulan internasional. Saat ini istana sedang berjibaku
membuka etalase liberal untuk menutupi aib penguasa otoriter yang sama sekali
tidak membuka diri untuk menerima kritikan dan pendapat yang berbeda.
Namun saat ini rakyat KSA sedang dilelapkan dengan euforia
kebebasan, gambar-gambar menarik wanita yang mengungkapkan kebahagiaannya. Mereka
sudah tidak lagi melihat pasukan keamanan yang mengepung rumah-rumah ulama,
akademisi, pemikir, dai, untuk menangkap mereka. Wanita yang ingin mendapatkan
hiburan disambut dengan penuh keramahan di tempat-tempat hiburan, sementara
wanita cerdas yang mengkritisi penguasa harus mendekam dalam gelapnya penjara.
Perubahan yang sedang terjadi di KSA adalah perubahan cacat
yang hanya terwujud dalam kebebasan mengadakan acara huburan, kebebasan laki-laki
dan wanita bercampur dalam acara-acara, kebebasan wanita tidak mengenakan baju
panjang, kebebasan wanita membuka tutup kepala, kebebasan wanita menyetir
mobil, kebebasan mengundang artis-artis dari luar negeri untuk mengisi
malam-malam penuh kelalaian. Namun perubahan ini selamanya akan minus dari
kebebasan politik dan reformasi struktur pemerintahan.
Penguasa seakan mengatakan, “Kami siap memberikan apa saja,
asalkan kalian tidak mendekati wilayah terlarang, yaitu reformasi pemerintahan
dan pembatasan kekuasaan.” Dengan demikian, KSA sedang membangun otoritarianisme
sekular di atas puing-puing otoritarianisme agama. Kebijakan penguasa tidak
akan lagi menggunakan dalil-dalil agama, tapi mengatasnamakan modernisasi dan kebebasan.
KSA sedang berjalan menuju kondisi Mesir era Mubarak dan
Tunisia era Benali. Modernisasi tanpa modernitas, keterbukaan sosial tanpa
keterbukaan politik. Inilah KSA Baru. Semoga Allah selalu melindungimu.
(arab21/alodunia.com)
Ditulis oleh: Soumaya Ghannoushi