alodunia.com – Pengacara para pemimpin Ikhwanul
Muslimin (IM) yang terdakwa pengadilan kudeta militer di Mesir, Faisal Sayid
Mohammed, menceritakan rincian tentang wafat dan pemakaman mantan pemimpin
tertinggi IM, Mohammed Mahdi Akef (89 tahun) yang telah wafat, Jumat
(22/9/2017) kemarin.
Melalui akun Facebooknya, Mohammed menuliskan kesaksiannya
dengan judul “Untuk Sejarah dan Dokumentasi, Inilah yang Terjadi Saat Wafatnya
Mantan Pemimpin Tertinggi Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mahdi Akef.” Mohammed memulai statusnya, “Nyawa beliau dipanggil Allah
Taala tepatnya pada tengah siang hari Jumat. Bangsal rumah sakit tempat
dirawatnya Mahdi Akef berubah menjadi seperti barak militer. Setiap gerakan
yang dilakukan di dalamnya harus melalui izin dari pihak keamanan. Bahkan pengacara
yang mengurus surat penguburan pun gerakannya sangat dibatasi.”
Mohammed melanjutkan, “Aku bersama putri Almarhum pergi ke kuburan
sesuai yang diwasiatkannya, yaitu dikuburkan di samping pemimpin IM sebelumnya, Umar
Tilmisani. Ternyata tempat itu sudah dikepung oleh pasukan keamanan. Sudah seperti
daerah militer. Salah seorang komandan menemaniku turun memasuki ruang kuburan
(di Mesir ruang kuburan luas dan bisa diisi banyak jenazah). Dia terus
menekankan tidak diperkenankannya mengambil gambar dalam ruang kuburan
tersebut.”
“Karena kesal dengan wanti-wantinya, aku pun menyerahkan
ponselku. Malam pemakaman adalah tanggal 2 Muharram, sehingga seharusnya langit
akan gelap karena tidak berbulan. Tapi yang kutemukan, ruang kuburan itu terang
seperti mendapatkan cahaya dari langit. Aku berfikir dalam hati apakah ada
pesta penyambutan di langit sana. Kuceritakan itu kepada para tentara tapi
mereka diam saja,” demikian ungkapnya.
Mohammed juga menceritakan bahwa yang memandikan jenazah adalah
suami keponakan Almarhum. Tidak ada yang diizinkan petugas keamanan melihat
proses memandikan itu. Sementara orang yang menyalati jenazah sangat sedikit
jumlahnya. Lima orang laki-laki (suami keponakan Almarhum, pengacara, dan tiga
orang petugas keamanan), dan empat orang perempuan (istri dan putri Almarhum
beserta dua orang wanita lainnya).
Saat melihat jenazah, sang istri, Wafa Izzat, mengatakan, “Sayang,
matilah engkau seperti gurumu, Albanna. Jenazahmu pun diantar seperti jenazah
gurumu, Albanna. Semoga Allah Taala merahmati kalian.”
Setelah itu, pasukan keamanan benar-benar menguasai peti
jenazah tanpa ada yang diizinkan mendekat maupun turut mengangkatnya ke kuburan.
Di perjalanan juga tidak ada yang diizinkan menemani jenazah, walaupun istri
dan putrinya.
Sesampainya di areal kuburan, tempat itu berubah menjadi
daerah terlarang yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja, pasukan keamanan
pusat, pasukan khusus, dan juga intelijen. “Setelah jenazah sangat dekat, mereka
mengeluarkanku dari ruang kuburan. Pintu masuk ruangan langsung ditutup dengan
benteng dari perisai pasukan anti huru-hara,” cerita Mohammed.
Mohammed mengakhiri kisahnya dengan mengatakan, “Akhirnya
kami tinggalkan Sang Pengantin diiring para malaikat ke pestanya di langit,
setelah merasakan kesempitan di bumi karena kezaliman para penduduknya. Dia telah
meninggalkan kita, seakan mengatakan, “Aku telah meninggalkan kalian tanpa aku
berkata atau berbuat sesuatu pun yang bsia dipalsukan oleh orang-orang zalim
itu. Aku telah tinggalkan kalian tanpa aku mengubah pendirianku dan menyimpang
jalanku.” (egyptwindow/alodunia.com)