alodunia.com – Mantan pemimpin Ikhwanul Muslimin, Mohammed
Mahdi Akef, Jumat (22/9/2017) sore kemarin, diumumkan meninggal dunia setelah
kondisi kesehatannya terus menurun di tahanannya akibat pembiaran oleh pemerintah
kudeta.
Akef dilahirkan pada tahun 1928 di Kafr Awad, Seneitah, Dakahlia,
Mesir. Sejak kecil, Akef bersama 9 saudaranya hidup enak karena orang tua
mereka cukup kaya. Pendidikan dasarnya diselesaikan di tempat kelahirannya,
lalu melanjutkan sekolah menengah di Kairo. Menyelesaikan kuliah di Fakultas
Olahraga pada tahun 1950. Namun kembali belajar di Fakultas Hukum pada tahun
1951.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Akef mengajar olahraga
di Sekolah Menengah Foad I. Beberapa kali Akef dipenjara karena aktivitas
dakwahnya. Setelah keluara dari penjara tahun 1974, Akef menjadi direktur kepemudaan
di Departemen Pembangunan. Lalu berhijrah ke Arab Saudi, dan menjadi penasihat
organisasi kepemudaan dunia Islam (WAMY).
Pada tahun 1980, Akef pergi ke Jerman, dan menjadi direktur
Islamic Center di Munich. Sepulangnya ke Mesir, dia berhasil menjadi anggota
parlemen pada tahun 1987. Keberhasilannya ini tidak terlepas dari terbentuknya koalisi
beberapa kekuatan politik Islam yang diimpin Ikhwanul Muslimin.
Keterlibatannya dalam aktivtas dakwah Ikhwanul Muslimin
berawal pada tahun 1940 saat bergabung dengan jamaah yang didirikan Hasan
Al-Banna ini. Al-Banna sangat tertarik dengan perhatiannya yang besar kepada
olah raga. Dalam Ikhwanul Muslimin, Akeg juga sempat tergabung dalam pasukan
yang saat itu bertugas menghadapi penjajah Inggris hingga terjadinya Revolusi
1952.
Dalam Ikhwanul Muslimin, Akef menduduki jabatan kepala Bidang
Kemahasiswaan, yang merupakan bidang paling penting dalam jamaah ini sehingga sebelumnya
dipegang langsung oleh Al-Banna. Selain itu Akef juga memegang Bidang Olah Raga
di kantor pusat jamaah.
Pada tahun 1954 Akef ditangkap dengan tuduhan menyembunyikan
salah seorang pemimpinan militer yang mengusir Raja Farouk. Akef divonis mati,
namun kemudian diringankan menjadi hukuman seumur hidup dengan kerja paksa.
Akef menjalaninya selama 20 tahun, karena kemudian dikeluarkan pada tahun 1974
di masa pemerintahan Anwar Sadat.
Sekeluarnya dari penjara, Akef langsung terjun dalam
kesibukan Ikhwanul Muslimin bidang kepemudaan. Banyak acara kepemudaan seperti
kamping yang diadakannya di Mesir maupun dunia Islam. Kemudian Akef kembali
memegang Bidang Kepemudaan dan Kemahasiswaan pada tahun 1986.
Pada tahun 1987, Akef terpilih menjadi anggota kepemimpinan
tertinggi Ikhwanul Muslimin. Bahkan dia juga menjadi salah satu dari 35 anggota
parlemen dari Fraksi Ikhwanul Muslimin. Namun di masa pemerintahan Hosni
Mubarak, dia bersama para pemimpin Ikhwanul Muslimin kembali ditangkap dan
dipenjara. Bahkan saat itu muncul polemik karena mereka disidang melalui pengadilan
militer.
Pada tahun 1996, Akef disidang di pengadilan militer dengan
tuduhan menjalankan organisasi internasional Ikhwanul Muslimin. Hasilnya adalah
vonis penjara selama 3 tahun. Akef keluar pada tahun 1999, menjadi salah satu
pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin, hingga menjadi pemimpin Ikhwanul Muslimin
pada tahun 2004 sepeninggal Mohammed Ma'mun Al-Hudaybi.
Masa kepemimpinannya selesai pada tahun 2010. Saat itu dia
mengubah model suksesi dengan memintan diadakannya pemilihan untuk sosok
penggantinya. Hingga akhirnya terpilih Mohammed Badie sebagai pemimpin. Akef
tetap menjadi tokoh jamaah yang aktif menjalankan aktivitas dakwahnya.
Saat terjadi peristiwa kudeta militer atas Presiden Mohammed
Morsi pada tanggal 3 Juli 2013, Akef termasuk dalam ribuan aktivis Ikhwanul
Muslimin yang ditangkap. Banyak tuduhan yang harus dihadapinya seperti
penghinaan lembaga peradilan, namun dinyatakan bebas dari tuduhan ini pada
bulan Mei 2014. Namun dia tetap ditahan karena masih banyak tuduhan menantinya.
Pada awal 2017, pihak keamanan Mesir menyatakan bahwa Akef
dipindahkan dari tahanannya ke rumah sakit. Akef menderita banyak penyakit
hingga dimasukkan ke ruang ICU. Pihak keluarga dan pengacaranya meminta
keringanan hingga Akef dibebaskan, namun pemerintah kudeta mengabaikannya.
(factjo/alodunia.com)